Ada satu pelajaran yang saya dapatkan sesaat setelah saya mendengarkan album ini. Sebuah pelajaran yang saya rasa sangat penting untuk kalian ketahui dan mungkin bisa kalian dapatkan manfaatnya. Jadi, sebelum mendengarkan album ini secara keseluruhan, saya sangat skeptis terhadap Trash Boat. Saya merasa musik yang mereka mainkan hanyalah rip off dari band yang sudah ada sebelumnya, dalam hal ini tentu saja The Story So Far, Neck Deep, dan band sejenis yang lain. Sebelum mendengarkan mereka, praktis saya sudah menjatuhkan palu penghakiman saya kepada mereka dan saya akui itu sangat tidak fair.
Trash Boat adalah salah satu band terbaru yang dapat kita temukan di roster Hopeless Records. Sehingga bukan sesuatu yang mengagetkan ketika vokalis The Wonder Years, Dan Soupy Campbell memutuskan untuk turun tangan memproduseri band ini sendiri. Mungkin Dan Soupy melihat potensi di band ini? Well, itu adalah sesuatu yang saya kira sangat menarik untuk dicari tahu. Oh iya, album dengan judul yang sangat panjang ini adalah album pertama mereka dan betapa beruntungnya mereka bisa bekerja bersama Dan Soupy di debut mereka.
Tracklist:
1. Strangers
2. How Selfish I Am
3. Tring Quarry
4. Brave Face
5. Eleven
6. Pangea
7. Second Wind
8. Catharsis
9. Things We Leave Behind
10. The Guise of a Mother
11. You Know, You Know, You Know
Mungkin saya perlu menjelaskan sedikit kenapa saya mempunyai perasaan skeptis kepada band yang satu ini. Salah satu hal yang mendasari sikap skeptis saya adalah single pertama mereka yang memang cukup kental pengaruh The Wonder Years dan The Story So Far. Sehingga dalam benak saya saat itu yang muncul adalah “Here comes another band without its own character.”. Untung saya berhasil meyakinkan diri saya sendiri untuk akhirnya mendengarkan album ini dan hasilnya ternyata di luar dugaan saya.
Dalam Nothing I Write You Can Change What You’ve Been Through, Trash Boat terdengar memiliki cukup banyak referensi dalam repertoar mereka. Musik mereka sangat kaya, melompat dari satu tegangan yang lebih tinggi ke tegangan yang lebih halus. Mereka bisa sangat agresif, seperti di lagu “Pangaea” yang merepresentasikan pengaruh hardcore dalam musik mereka dan entah kenapa mengingatkan saya kepada Sum 41, pada titik yang lain mereka bisa terdengar sangat depresif, seperti di lagu “Brave Face”. Pilihan mereka dalam mengurutkan track di album ini juga patut diapresiasi, album ini mengalir dengan sangat baik, memberi kita sebuah petualangan sonic yang menyenangkan dan tidak monoton.
Produksi di album ini tak diragukan sangat baik, tapi ketimbang bersandar kepada nilai produksi yang memang di atas rata-rata, Trash Boat lebih suka menonjolkan sisi musikalitas mereka. Mereka bisa menulis hook yang luar biasa pop-ish, riff yang tak mungkin untuk tidak disukai, serta melodi yang mudah dihapal. Saya merasa mereka mempunyai sesuatu yang membuat mereka begitu istimewa, yang membedakan mereka dengan band lain dengan genre serupa, hanya saja saya sedikit kesulitan untuk mendeskripsikan hal tersebut.
Suara Tobi Duncan di album ini memiliki raw emotion yang membuat musik mereka lebih berkarakter. Memang tak dipungkiri saat ini cukup banyak vokalis yang mempunyai style vocal seperti Tobi, tapi di sini kita dapat menyaksikan range Tobi yang cukup lebar sehingga bisa diandalkan untuk menyanyikan lagu yang mempunyai bagian vokal cukup menantang. Saya sendiri sangat menyukai bagaimana Tobi memberi nyawa di lagu “The Guise of a Mother”. Lagu ini tanpa vokal dari Tobi mungkin akan terdengar sedikit melempem, tapi Tobi menambahkan tenaga di lagu ini sehingga lagu ini menjadi terdengar seperti sebuah lagu kemenangan yang pantas untuk Trash Boat.
Highlight lain dari album ini tentunya adalah gitar dari Dann Bostock dan Ryan Hyslop. Riff yang mereka tulis benar-benar heavy hitting, menghipnotis dan tanpa kita sadari kita sudah mengikuti riff gitar di album ini dengan mengangguk-anggukan kepala. Saya juga suka ketika mereka memainkan gitar mereka menjadi sedikit soaring dengan beberapa isian khas post rock ala Gates seperti di lagu “Catharsis”. Maupun ketika mereka mengubah mood album ini menjadi jangly, seperti di lagu “Things We Leave Behind”. Menurut saya insting mereka dalam memasukan bagian gitar yang di luar dugaan benar-benar bersinar di album ini.
Lagu terbaik di album ini setelah didengarkan berkali-kali adalah “Second Wind”. Lagu ini secara tak terduga mempunyai feel tahun 2000an awal, membawa perasaan nostalgia sekaligus haru. Lagu ini memiliki chorus yang begitu commanding di balik lirik yang sebenarnya sangat depresif tetapi memiliki pesan yang sangat penting, “I’m just another failure (A hard fight like it’s always been) / And I’m prone to misbehavior / But I‘ve got my second wind”. Di balik lirik yang begitu menyedihkan itu, lagu ini sangat catchy dan seperti sebuah ironi menyanyikan lagu yang sebenarnya sedih secara catchy.
Lagu lain yang tak boleh dilewatkan adalah “The Guise of a Mother”. Lagu ini anthemic, towering, dan seperti yang saya bilang sebelumnya, lagu ini seperti sebuah lagu kemenangan bagi Trash Boat. Memberikan sebuah perasaan lega dan momen katartik. Lagu ini juga memiliki sebuah signature moment yang menurut saya sangat rewarding. Momen tersebut adalah ketika lagu “Things We Leave Behind” yang mempunyai warna seperti musik Citizen seolah membuka pintu untuk lagu “The Guise of a Mother”. Menjadikan bagian ini sebagai bagian paling favorit saya di album ini, bagian yang menurut saya sangat berarti.
Trash Boat juga memiliki tendensi untuk menyelipkan riff-riff berat khas hardcore dalam musik yang mereka mainkan. Pengaruh dari hardcore ini juga tampak jelas ketika mereka menurunkan tempo di titik tertentu dari lagu mereka, memberikan ruang bernafas dan juga relaksasi setelah terus-terusan digempur dengan musik yang uptempo. Tendensi tersebut tampak di sepanjang album Nothing I Write You Can Change What You’ve Been Through dan menjadikan musik mereka begitu kaya dan layak untuk dijelajahi secara lebih dalam.
Saya pribadi juga sangat menyukai lirik yang mereka tulis. Beberapa lirik yang mereka tulis bisa menjadi sangat puitis tanpa kehilangan makna tersurat yang ingin mereka sampaikan. Salah satu lirik favorit saya terdapat di lagu “Pangea” terutama di bagian “We nurture an environment of depression and extremes compassion to cure this disease.”, di bagian ini mereka mencoba menjawab permasalahan yang mereka alami di bagian awal lagu, “Fragile and tense / I’m hopeless again”, menurut saya sangat cerdas dan elegan.
Meski demikian saya berharap Tobi tidak terlalu memaksakan suaranya di sini, saya dapat membayangkan bagaimana mereka mengharapkan suara Tobi agar terdengar sedikit lebih jelas di sini. Pada beberapa bagian, saya merasa Tobi tidak begitu sukses dalam mengeksekusi apa yang ada di pikirannya, sehingga ada bagian vokal yang terkesan sedikit memaksa. Tapi bagian tersebut bisa sangat dimaafkan karena justru menunjukkan ambisi yang luar biasa kuat dari mereka.
Berilah album ini kesempatan, Nothing I Write You Can Change What You’ve Been Through berhasil melampaui segala ekspektasi yang disematkan kepada mereka. Tidak banyak band yang mampu menunjukkan karakter yang sedemikian kuat di album debut mereka dan dalam hal ini, Trash Boat adalah salah satu band yang berhasil melakukannya.
Go listen: “Second Wind”, “The Guise of a Mother”, “Tring Quarry”
Tinggalkan Balasan