Belakangan ini, negara kita Indonesia dikejutkan oleh sebuah kasus yang benar-benar di luar nalar kita. Mungkin saya menyebutnya sebagai salah satu kejahatan paling sadis yang pernah terjadi tahun ini. Seorang gadis berusia 14 tahun, Yuyun meninggal setelah diperkosa oleh 14 orang sekaligus. Itu gila, benar-benar gila, hanya dengan membaca judulnya saja saya mau muntah.
Hal seperti ini sayangnya terjadi di berbagai lapisan kehidupan, bahkan hal ini sangat sering terjadi di gemerlapnya kehidupan rockstar. Beberapa waktu yang lalu tentu kita semua masih ingat tentang kasus yang menimpa Jack McElfresh, frontman sekaligus satu-satunya personil dari sebuah unit folk yang bernama Front Porch Step. Di tengah karirnya yang sedang cemerlang, Jack harus menghadapi tuntutan pelecehan seksual, tidak hanya dari seorang saja tapi dari beberapa gadis di bawah umur.
Siapa yang menyangka di balik lirik-lirik puitis berwarna patah hati dan sedikit kelam ternyata McElfresh mempunyai sisi kehidupan lain yang membuat kita sedikit mengernyitkan dahi. Jack tentu bukan orang yang pertama yang melakukannya dan saya mendapati cukup banyak kejadian seperti ini terjadi baik yang terekam secara jelas maupun tak pernah diceritakan. Mulai dari yang sangat major sampai yang sangat minor sekalipun.
Beberapa waktu yang lalu, Pure Noise Records harus menyusun strategi PR terbaik mereka setelah muncul berbagai ancaman pemboikotan yang dilakukan oleh berbagai orang. Mereka dianggap memaafkan perilaku pelecehan seksual dengan meminang band bernama No Good News. Personel band tersebut, Harry Corrigan didakwa melakukan pelecehan seksual dengan memaksa seorang gadis melakukan oral seks. Harry Corrigan memang tampak memiliki itikad baik dengan memutuskan untuk keluar dari No Good News, tapi Harry tetap bersikeras bahwa dia tidak bersalah secara hukum. Hasilnya berbagai umpatan dan kutukan ditujukan kepada Harry dan juga Pure Noise Records.
Mungkin memang banyak kejadian seperti itu yang tak bisa dibuktikan secara hukum. Bahkan, salah satu icon terbesar di industri ini, Hayley Williams pun tak lepas dari perlakuan seperti ini. Seolah-olah wanita memang tidak seharusnya ada di scene punk dan jikalaupun ada tak lebih hanya sebagai pemuas hasrat pria. Pernah pada suatu masa, saat itu Paramore sedang bermain di sebuah klub kecil ketika tiba-tiba seorang pria berteriak kepada Hayley, “Copot kaosmu!”. Untungnya Hayley menunjukkan otoritasnya dan berkata kepada pria tersebut, “Aku yang memegang microphone di sini, aku yang berada di stage, aku memiliki otoritas untuk berbicara apapun, pergi dari sini!” dan pria itu memilih untuk pergi.

Sayangnya dalam banyak kasus, kaum wanita sering kali masih takut untuk bertindak seperti Hayley Williams. Akhirnya mereka memilih untuk diam dan sayangnya beberapa pria imbisil menganggap sikap diam tersebut sebagai sebuah persetujuan bahwa apa yang mereka lakukan itu boleh dilakukan. Benar-benar pemikiran yang menyedihkan.
Saya memang bukan orang yang menghadiri setiap gigs maupun konser, tapi paling tidak saya mengetahui bahwa ada beberapa perilaku yang seolah ‘dimaafkan’ ketika berada di gigs. Seperti, tangan misterius yang tiba-tiba meremas payudara wanita yang sedang melakukan stage diving atau menepuk pantat dengan dalih sedang berjingkrak-jingkrak. Hal-hal seperti itu biasa terjadi dan sayangnya lagi seolah-olah hal itu dimaafkan begitu saja.
Perilaku seperti ini sudah banyak dan cukup lama terjadi. Seolah-olah berkata bahwa industri musik itu tercipta untuk pria. Seperti sebuah kodrat yang menunjukkan bahwa tempat pria adalah di stage dan wanita adalah sebagai pihak yang menjadi obyek semata. Jika kita menengok sejarah tentu hal ini sedikit masuk akal. Coba saat ini kalian pikirkan sebuah kata groupie, apa yang terlintas di pikiran kalian? Tentu tidak sedikit yang langsung mengasosiasikan groupie dengan sekelompok wanita yang mengidolai band/rockstar dan rela melakukan apapun untuk idola mereka bukan?
Menyelesaikan penyakit seperti ini memang tidak semudah membalikkan tangan. Beberapa band mulai mengambil sikap yang tegas terkait hal ini. Salah satu yang paling revolusioner adalah Speedy Ortiz. Mereka memperkenalkan sebuah hotline yang bisa digunakan penggemar mereka ketika pelecehan ini terjadi. Sadie Dupuis, vokalis dari Speedy Ortiz mengatakan bahwa dia muak dengan hal seperti ini, “Sangat menjengkelkan ketika kalian pergi ke sebuah pertunjukan dan kalian mengalami pelecehan bahkan dalam level mikro sekalipun, seperti penggunaan kata ‘Bitch’.”.
Upaya dari Speedy Ortiz mungkin memang tidak sempurna tapi paling tidak mereka telah berani dalam berbicara. Hayley Williams pernah berkata, “Aku masih percaya kepada kalian. Kalian layak untuk hal yang lebih baik. Tidak ada alasan bagi pria untuk seperti itu.”. Sudah seharusnya kita berhenti dalam memaklumkan perilaku pelecehan, bahkan dalam konteks sekecil apapun. Mungkin kata-kata seperti ‘lonte’ sudah dianggap biasa, tapi saya rasa itu tetaplah sebuah bentuk pelecehan walaupun sangat mikro.
Siapapun yang datang ke suatu gigs seharusnya tak perlu cemas untuk melindungi diri mereka sendiri dari berbagai bentuk ancaman. Sebuah gigs atau konser seharusnya menjadi sebuah tempat yang aman untuk semua orang. Jadikan scene sebagai rumah kalian sendiri dan janganlah takut untuk berbicara.
Pertanyannya adalah masih maukah kita memaklumi pelecehan seperti itu?
Tinggalkan Balasan