Band metalcore asal kota Bandung, Octopus baru saja merilis EP pertama mereka dengan judul Treasure pada 20 Februari 2016 lalu. Mereka menggambarkan EP pertama mereka sebagai sebuah harta karun yang bisa dinikmati oleh semua orang. Sama seperti setiap harta karun, musik Octopus ini sayang untuk dilewatkan begitu saja. Musik yang mereka mainkan menyentak galak dan terdengar teatrik. Meski demikian, di balik keberingasan musik mereka, mereka sangat peduli terhadap nasib generasi penerus Indonesia.

Single pertama mereka sendiri, “Wolves” tak jauh berbicara tentang problematika yang sering terjadi di sekitar kita. Ada orang yang peduli, ada yang memilih tidak mau tau, dan Octopus memilih untuk menjadi bagian dari yang peduli tentang hal ini. Menurut mereka, peduli terhadap sesuatu bisa diwujudkan dengan hal-hal terkecil sekalipun, termasuk di antaranya dengan penyensoran lirik. Hal kecil tersebut mereka yakini dapat berpengaruh dalam merubah stigma masyarakat umum yang terlanjur negatif terhadap musik underground.

Kalo boleh tau, EP kalian Treasure ini bercerita tentang apa?
Maksud dari Treasure itu sendiri adalah suatu harta yang dimiliki Octopus, berupa EP. Kenapa demikian? Karena ini album pertama kami yang ingin kami dedikasikan dan kami sampaikan untuk semua penikmat musik dimanapun. Intinya kami berharap harta ini bisa dinikmati semua orang.

Lalu apa alasan kalian memilih “Wolves” sebagi single pertama?
Karena di lagu tersebut kita featuring dengan Andry dari Infamy dan itu satu kebanggaan bagi kami bisa featuring dengan salah satu band senior di Bandung. Itu sebabnya “Wolves” kami jadikan single pertama dari Treasure.

Ada alasan lain kenapa kalian memilih “Wolves”?
Lagu “Wolves” menurut kami adalah lagu Octopus yang cukup mudah didengar dan mewakili karakter musik baru dari Octopu, kurang lebih seperti itu.

Lagu ini sendiri bercerita tentang apa?
Secara garis besar bercerita tentang keluh kesah seorang anak yang penuh amarah kepada sang ayah karena sang ayah pergi meninggalkan rumah. Anak itu berjanji kelak ketika saatnya akan tba dia akan membawa sang ayah kembali ke rumah.

Bisa dibilang, ini tentang broken home kalo begitu? Berbicara mengenai broken home, kalian memiliki komentar terhadap masalah broken home yang terjadi di Indonesia?
Kurang lebih begitu. Kami merasa miris, kebanyakan anak muda broken home justru salah pergaulan, entah itu narkoba, miras, sex bebas, bahkan sampai kasus bunuh diri. Balik lagi ke orangnya masing-masing sih, ada beberapa kasus teman kita sendiri yang broken home coba kita rangkul dengan mengarahkan mereka ke hal-hal yang positif biar mereka nggak merasa terbebani dengan masalah mereka.

Saya tertarik dengan sensor yang kalian lakukan di lagu kalian, kenapa kalian memutuskan untuk melakukan penyensoran?
Sengaja disensor karena itu kata-kata makian, tau sendiri kan di Indonesia. Juga penikmat musik seperti ini sudah merambah segala usia termasuk under 17. Sudah banyak yang mendengarkan musik-musik seperti ini jadi karena itu kita sensor lirik yang memang kurang pas bagi pendengar, khususnya di Indonesia.

Berarti bisa dibilang kalian peduli terhadap moral generasi muda Indonesia?
Iya dong harus, sebagai pemusik dan sebagai pemuda juga kita wajib peduli dengan moral bangsa. Kenapa? Masih banyak orang yang memandang musik underground sebelah mata dengan kesan negative. Dengan hal kecil yang kita lakukan dalam penyensoran lirik lagu mungkn mereka yang memandang demikian bisa sedikit terbuka pola pikirknya bahwa pelaku musik underground masih punya attitude dan tata krama.

Terima kasih untuk pembicaraanya.

Artist

Genre

Year

Country

Categories

Satu tanggapan untuk “Merubah Stigma Negatif Musik Underground Ala Octopus”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *