Beberapa hari yang lalu kita disuguhi oleh sebuah drama klasik, menarik namun tak artistik. “Tom isn’t part of Blink-182” sebuah pernyataan yang luar biasa dari Travis ini mengundang tanda tanya bagi seluruh umat pop punk di dunia, nggak hanya tanda tanya apakah hal itu serius tapi juga sebuah denial yang menyerang, mengetahui bahwa band favorit mereka udah nggak berada di halaman yang sama. The great Noel Gallagher of Oasis once said, “It would only be for the money” ketika dia ditanya tentang kemungkinan untuk Oasis kembali bersama, bisakah kalimat tersebut digunakan buat kasus Blink-182, yang sebenarnya udah bisa dibilang ‘mati’ sejak 2005 lalu?
Akhir 2014 lalu, kita semua dibuat histeris dengan kabar bakal dirilisnya album baru Blink-182 di musim panas tahun 2015. Nggak hanya desas-desus dari publikasi internasional aja yang ngabarin hal ini, bahkan Tom dan Mark selalu menyebutnya dalam wawancara mereka bahwa mereka bakal membawa Blink-182 kembali di tahun 2015 dengan sebuah album yang baru. Setiap kali mereka membicarakan album baru Blink-182, mereka selalu terlihat bersemangat, mereka mampu meyakinkan kita bahwa mereka emang bakal rilis album baru. Tapi, yang terjadi beberapa hari yang lalu, siapa yang bisa menebaknya? Siapa yang menyangka jika akhirnya yang mereka pendam selama ini ternyata sudah terlalu banyak dan pada akhirnya mereka nggak mampu buat menutup-nutupinya lagi?
Siapa yang harus disalahkan? Setujukah kita buat menunjuk Tom sebagai the main culprit? Sebelum surat Tom DeLonge di-publish secara umum, tentu adalah hal yang sangat mudah buat menunjuk Tom sebagai sumber masalahnya, but wait, there’s always another story out there. Tapi kita di sini nggak bakal membahas siapa yang salah siapa yang jadi korban karena setuju atau nggak, apa yang terjadi beberapa hari yang lalu menunjukkan satu hal yang pasti, the heart is not there anymore. Mark boleh mengklaim dia dan Travis siap untuk menulis materi baru Blink-182 meski tanpa Tom, tapi tanpa Tom tetap saja itu bukan Blink-182 yang kita kenal. Blink-182 is long dead dan akan sulit membawanya kembali tanpa suatu keajaiban.
“And even as I watch them act so different to what I know of them to be, I still care deeply for them. Like brothers, and like old friends. But our relationship got poisoned yesterday.” – Tom DeLonge
Menyatukan ego orang dewasa adalah hal lain, tetapi menyatukan pandangan tentang musik di sebuah band adalah hal yang harus dilakukan. Kita nggak bisa, “Wah lo suka jazz? Yaudah lo main jazz gapapa, coba kalo lo nge-jazz gue tetep main punk gimana hasilnya.” we need to have consensus how the band’s sound should be dan dalam kasus Blink-182 sekarang itu adalah suatu hal yang tampaknya sangat sulit untuk dilakukan. Mari kita kembali ke 2005 setelah mereka mengumumkan hiatus mereka, hanya dalam hitungan tahun kita mendapatkan 2 band yang sangat solid, Angels & Airwaves dan +44. Apa musik mereka terdengar mirip? Nggak. Apa mereka melakukannya dengan senang hati? Sepertinya begitu.
In the end, you’ll find something that you really love – itu adalah hal yang gue pegang selama ini. Gue merasa gue pada akhirnya bakal menemukan sesuatu yang gue cari setelah gue melepas sesuatu yang gue kira gue sukai dan itu mungkin bisa kita analogikan di kasus Blink-182. Nggak seperti +44 yang ‘cuman’ ngeluarin 1 album, Tom DeLonge bareng Angels & Airwaves ternyata malah produktif banget, dengan 5 album yang udah mereka rilis sejauh ini. Belakangan ini, Tom mulai lebih serius dengan AVA ketika dia mendirikan sebuah perusahaan multimedia dengan nama To The Stars, yang jelas dibangun buat ngedukung AVA. Inget wawancara dia dengan Rock Sound? Dia sendiri nekanin, Angels & Airwaves bukan cuman sebuah band, tapi sebuah karya seni. Hal itu cukup buat tau apa yang jadi prioritas utama Tom buat saat ini dan sayangnya itu bukan Blink-182.
Mungkin dari awal Tom tau bahwa dia sudah tidak merasakan feel buat main bareng Blink-182 lagi. Tom udah nyaman dengan AVA dan segala sesuatu yang dia tekuni saat ini dan dia nggak mau dipaksa buat keluar dari zona nyaman itu, but for friendship’s sake, dia nggak kuasa buat menolak ajakan Mark sama Travis. Tom nggak pernah sepenuh hati menerima ajakan reuni Blink-182 dan mungkin Mark sama Travis tau akan hal itu. Kesalahan Tom adalah tidak mengkomunikasikan ketidaknyamanan dia secara langsung, malah melalui manajer dia yang jelas membuat Mark sama Travis menjadi merasa kurang dihargai. To be honest, ini bukanlah sesuatu yang mengejutkan karena 10 tahun yang lalu hal ini juga pernah terjadi.
So what’s next? Album baru Blink-182? Kalo berdasarkan kontrak, mereka memang harus merilis album 6 bulan lagi. Tapi apa Tom bakal ada di dalamnya? Bisakah kalian bayangkan betapa awkward-nya situasi di studio setelah semua konflik yang terjadi dalam beberapa hari ini jika Tom akhirnya mutusin buat tetap di Blink-182? The chemistry is gone and we don’t see that happening unless something’s magical is happening.
Karena itu buat kalian fans Blink-182, sudah, relakan saja Blink-182 (tanpa Tom DeLonge).
Tinggalkan Balasan