Menyambung sebuah statement, “the sophomore will make you or break you”, six-piece metalcore act asal Dallas sangat paham betul dengan hal ini. Jika saja mereka gagal memenuhi harapan publik selepas album The Fallout setahun sebelum dirilisnya The Resistance: Rise of The Runaways, mungkin saja mereka hanya dipandang sebagai one hit maker saja. Mereka akan bergabung dengan band-band yang membuat genre metalcore modern dipandang sebelah mata. Tapi faktanya mereka sukses mengatasi tekanan tersebut dan membuktikan jika mereka berada di sini untuk waktu yang lama.

Berbicara mengenai perjalanan Crown The Empire, band ini sebenarnya baru dibentuk pada 2010 lalu dan nggak butuh waktu lama buat menempatkan nama mereka di jajaran elite band pengusung metalcore. Banyak orang skeptis terhadap band yang satu ini, hal yang cukup beralasan karena mereka memainkan musik “core” thingy dan mereka berada di Rise Records yang oleh sebagain pengamat dipandang sebagai label penghasil musik “core” murahan. Tapi, pada dasarnya musik itu bukan hanya sebuah karya seni lebih dari itu, di industri modern ini musik adalah komoditas bisnis berharga jutaan dollar dan Crown The Empire tahu akan hal itu.

Mungkin jika Andy Leo dkk bekerja sebagai seorang marketer, mereka akan sukses meraih predikut top sales di jajaran manajemen. Bagaimana tidak, mereka sukses menemukan sebuah formula untuk mencapai kesuksesan melalui peran internet. Sebuh formula yang bahkan tidak pernah dibahas di buku milik Adam Smith, namun nyatanya justru sangat ampuh digunakan. Mereka selalu punya tujuan yang lebih besar di otak mereka, mungkin hal inilah yang menginspirasi mereka untuk memulai kampanye mereka lewat internet.

Mereka memahami betul bahwa musik di industri saat ini berbeda jauh dengan musik pada 10 atau 20 tahun yang lalu. Mereka paham bahwa siklus “menjadi band lokal dengan fanbase lokal, ada orang dari kota lain penasaran kemudian tertarik, band lokal tersebut menggelar konser di kota lain, mendapat fans baru” sudah sulit untuk dilakukan. Instead, mereka langsung menuju komunitas global untuk mempertontonkan musik mereka. Lewat sebuah platform bernama social media.

Crown The Empire

Mereka mengerti bahwa untuk membuat orang tertarik mendengarkan musik mereka, they need to act way bigger than they actually are. Hayden Tree sempat mengeluhkan bahwa hal tersebut terdengar tidak jujur dan merasa telah membohongi fans mereka, “We did do the “fake it” until you make it “kind of thing” tapi toh yang mereka lakukan akhirnya berhasil dan sekarang bisa dibilang fanbase dari CTE sudah ada di seluruh dunia.

Sedikit melihat bagaimana formula ini berhasil, tentu sebuah kampanye yang solid harus didukung oleh material yang solid pula. Beruntunglah Crown The Empire mempunyai seseorang yang berfungsi sebagai creative mind mereka dan sudah berada di industri ini dalam usia yang sangat muda, Brendan Barone. Brendan lebih dulu mencicipi bagaimana industri ini berjalan sejak dia berada di band Disco Curtis dan dialah orang yang menyempurnakan formula marketing milik Crown The Empire.

Brendan paham untuk membuat orang tertarik dengan musik mereka. Dia selalu menekankan mereka harus mempunyai life mapping dalam jangka waktu 6 bulan, mereka harus segera menulis EP dan membuat video klip dalam batas waktu satu tahun. Sebagai band baru mereka membutuhkan sebuah game plan, singkatnya “What’s going to make you stand out among the others?”. Sebuah game plan yang berhasil karena mereka hanya membutuhkan 7 gigs untuk membuat Rise Records menawari mereka kontrak.

Sebuah perjudian yang berbuah manis. For your information, beberapa dari anggota Crown The Empire meninggalkan kehidupan mereka yang sudah nyaman sebelum mereka bergabung dengan CTE. Sebagai contoh, David Escamilla (co-lead vocals) bekerja di perusahaan konstruksi dengan bayaran yang di atas standar. “I sacrificed all that stuff to join the band, but I wouldn’t take it back for the world. The sacrifice was totally worth it.” ungkap Escamilla kepada AltPress.

Mungkin CTE memang sudah ditakdirkan untuk mendominasi sejak dari awal. They’re blessed, mereka diberkati oleh orang-orang yang berada di sekeliling mereka. Penolakan orang tua terhadap band karena dianggap tidak mungkin menjamin kehidupan secara continue adalah issue yang sangat sering kita dengar. Namun, keluarga Benn Suede (lead guitar) justru sangat mendukung anaknya. Ayah Benn menelfon dirinya dalam sebuah tur dan menyatakan bahwa dirinya baru saja membatalkan kelas Benn (Benn masih berada di bangku kuliah ketika pergi tur bersama Crown The Empire) karena menganggap Benn punya hal yang lebih penting untuk diprioritaskan dan itu merupakan Crown The Empire.

Crown The Empire2

And now look at them, dua full length album dalam dua tahun terakhir menunjukkan potensi tidak terbatas mereka. Mereka menikmati musik mereka dan mereka sukses mentransformasikannya dalam setiap penampilan mereka. Sejak awal mereka membentuk CTE, tujuan mereka adalah memainkan musik metalcore di dalam sebuah stadion yang penuh sesak. Situs Wikipedia menyebutkan, “Their goal is to consist of “heavy breakdowns, poppy verses, and huge concert-ready choruses”.

Jika album pertama mereka The Fallout merupakan sebuah album yang bercerita tentang akhir jaman  dan bisa dikatakan sebagai the end of an era. Mereka menegaskan bahwa era baru yang lahir adalah milik mereka lewat album The Resistance: Rise Of The Runaways. Album ini mungkin melambangkan sebuah post-apocalypse era dan dimulainya era baru. Yep this is the brand new world, the world of Crown The Empire.

Jadi kesimpulannya, apakah Crown The Empire sudah bisa dikategorikan sebagai superstar? Mungkin belum, tunggu satu atau dua album lagi and they’ll be unstoppable. Total world domination.

Photo courtesy of Alyson Coletta and Sandra Chen

Artist

Genre

Year

Country

Categories

Satu tanggapan untuk “Crown The Empire, New Global Superstar?”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *